Breaking News

Rabu, 19 Februari 2014

Laporan Keuangan Syariah dan Konvensional





A.     Definisi Bank konvensional dan Bank syariah
            Konvensional sebenarnya berasal dari bahasa Inggris “convention”, dalam bahasa Indonesia berarti pertemuan, jadi bank konvensional adalah bank yang mekanisme operasinya berdasarkan sistem yang disepakati bersama dalam suatu pertemuan (kesepakatan). Namun secara realita, sistem perbankan yang menggunakan bunga ini tidak pernah disepakati bersama dalam suatu konvensi apapun. Hal inilah yang kemudian menyebabkan bunga yang di ambil oleh Bank konvensional menjadi riba, sedangkan riba dalam sistem ekonomi Islam adalah sesuatu yang diharamkan, karena mengambil sesuatu yang bukan hak milik demi mendapatkan keuntungan sama saja dengan mencuri. Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.[1]
            Di Indonesia, menurut jenisnya bank terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
            Bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank syariah juga dapat diartikan sebagai lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Bank syariah adalah salah satu bentuk dari bank modern yang didasarkan pada hukum Islam yang sah, dikembangkan pada abad pertama Islam, menggunakan konsep berbagi risiko sebagai metode utama, dan meniadakan keuangan berdasarkan kepastian serta keuntungan yang ditentukan sebelumnya. Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah (hukum Islam).[2]

B.     Prinsip dasar yang Digunakan Pada Bank konvensional dan Bank syariah
            Pada bank konvensional, prinsip yang digunakan adalah:
a)      Bunga sudah ditentukan besarnya terlebih dahulu oleh bank tanpa memperhitungkan apakah bank sedang mendapatkan keuntungan atau tidak.
b)      Besarnya bunga adalah tetap, baik bank sedang rugi atau laba. Walaupun ekonomi sedang baik dan bank sedang mendapatkan banyak laba, akan tetapi tetap bunga yang diberikan kepada nasabah tidak bertambah.[3]

Sedangkan, pada Bank syariah menggunakan prinsip :
a.       Tidak menawarkan bunga tetapi bagi hasil dan yang ditetapkan terlebih dahulu adalah rasio (nisbah) antara bagian keuntungan yang didapat nasabah dan bagian keuntungan yang didapat oleh bank, misalnya 60:40 artinya 60 persen keuntungan bagi nasabah dan 40 persen keuntungan bagi bank. Karena itu bagian keuntungan yang diterima nasabah tergantung dari keuntungan yang didapat oleh bank.
b.      Besarnya keuntungan yang diterima oleh nasabah akan meningkat apabila keuntungan bank sedang baik dan begitu juga sebaliknya.[4]
            Adapun prinsip-prinsip lain bank syariah adalah sebagai berikut :
a.       Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah)
            Al-Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki (Syafi’I Antonio, 2001).
Secara umum terdapat dua jenis al-wadiah, yaitu:
a. Wadiah Yad Al-Amanah (Trustee Depository)
b. Wadiah Yad adh-Dhamanah (Guarantee Depository)
b.      Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing)
            Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara   penyedia dana dengan pengelola dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah:
Ø   Al-Mudharabah
Ø  Al-Musyarakah

c.       Prinsip Jual Beli (Al-Tijarah)
            Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, imana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin).
d.      Prinsip Sewa (Al-Ijarah)
            Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Al-ijarah terbagi kepada dua jenis:
(1) Ijarah, sewa murni.
(2) ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa.
e.       Prinsip Jasa (Fee-Based Service)
            Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank,Asumsi Dasar Perbankan Syariah sesuai dengan PSAK no.59 tentang akuntansi bank syariah, asumsi dasar konsep akuntansi bank syariah adalah konsep kelangsungan usaha (going concern) dan dasar akrual, perhitungan pendapatan untuk tujuan bagi hasil menggunakan dasar kas.[5]
            Dari beberapa prinsip berikut, terdapat beberapa perbedaan falsafah mengenai kedua bentuk Bank tersebut, yaitu:
            Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan bank kovensional justru kebalikannya. Hal inilah yang menjadi perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk-produk yang    dikembangkan oleh bank syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka  sistem yang dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam       bentuk bagi hasil. Dengan demikian sebenarnya semua jenis transaksi perniagaan melalu bank syariah diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga (riba).
            Riba secara sederhana berarti sistem bunga berbunga yang dalam semua prosesnya bisa mengakibatkan membengkaknya kewajiban salah satu pihak. Riba, sangat berpotensi untuk mengakibatkan keuntungan besar disuatu pihak namun kerugian besar dipihak lain, atau malah ke dua-duanya.[6]

ü  Kewajiban Mengelola Zakat
            Bank syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib membayar zakat, menghimpun, dan mendistribusikannya. Hal ini merupakan fungsi dan peran yang melekat pada Bank syariah untuk penggunaan dana-dana sosial (zakat. Infak, sedekah)
ü  Produk
Bank syariah tidak memberikan pinjaman dalam bentuk uang tunai, tetapi bekerja sama atas dasar kemitraan, seperti prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli (murabahah), dan prinsip sewa (ijarah). Sedangkan pada Bank konvensional terdapat deposito, pinjaman uang tunai berbunga, dll.
ü  Tujuan
Prinsip laba bagi Bank syariah bukan satu-satunya tujuan karena Bank syariah mengupayakan bagaimana memanfaatkan sumber dana yang ada untuk membangun kesejahteraan masyarakat (lagi pula, Bank syariah bekerja di bawah pengawasan dewan pengawas syariah sesuai dengan Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34 Bab V Pasal 19, dan 20).[7]
            Demi terciptanya kesejahteraan masyarakat di Indonesia, maka melalui UU No.7/1992 yang hanya mengatur secara sepintas mengenai jenis dan usaha Bank, UU No.10/1998 telah memfasilitasi peraturan bank syariah, namun belum mengatur ketentuan perbankan syariah pada pasal-pasal khusus. Pada UU tesebut ketentuan bank syariah baru diatur sebatas mendefinisikan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan jenis-jenis prinsip syariah yang digunakan pada perbankan. UU tersebut juga mengubah masing-masing satu ayat pada pasal 6 dan 7 yang mengatur tentang bagi hasil . Selain itu, sebagai payung hukum berdirinya Bank syariah adalah UU Perbankan Syariah dalam pasal 55 diatur:[8]
a)      Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkup peradilan agama.
b)      Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan akad. Dalam penjelasan pasal 55 tsb dijelaskan bahwa yg dimaksud dengan 'penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan akad adalah upaya sbb:
·         Musyawarah
·         Mediasi
·         Melalui basyarnas (badan syariah Nasional)
c)      Melalui pengadilan dalam lingkup peradilan agama
                        Perbankan Syariah Dan UU Terkait ;
·         UU No. 7/1992 & No. 10/ 1998 Tentang Perbankan
·         UU No. 23/ 1999 Tentang Bank Indonesia
·         UU No. 24/ 2004 Tentang Lembaga Penjamin
·         UU No. 3/ 2006 Tentang Perseorangan Terbatas
·         UU No. 40/ 2007 Tentang Perseroan Terbatas
·         UU No. 38/ 1999 Tentang Pengelolaan Zakat
·         UU No. 19/ 2008 Tentang SBSN
·         UU & PP Perpajakan, Pertanahan, Pembiayaan dll
·         UU Perbankan Syariah
         Karakteristik bank Syariah
• Azas utama : kemitraan, keadilan, transparansi, dan universal
• Pelarangan riba
• Tidak mengenai konsep time-value of money
• Konsep uang sebagai alat tukar bukan komoditas
• Kegiatan tidak boleh spekulatif
• Tak oleh menggunakan dua harga untuk satu barang
• Tak boleh dua transaksi dalam satu akad
• Konsep bagi hasil
• Tak membedakan secara tegas antara sector moneter dan riil [9]

Syarat transaksi sesuai dengan prinsip syariah :
·         Tak mengandung unsure kedzoliman
·          Bukan riba
·          Tidak membahayakan pihak sendiri dan pihak orang lain
·          Tidak ada penipuan
·          Tidak mengandung materi yang diharamkan
·         Tidak mengandung unsur judi.

Kegiatan bank syariah, antara lain sebagai :
·         Manajer investasi
·          Investor
·          Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran
·         Pengemban fungsi social [10]

Tantangan dan Problematika Perbankan Syariah
                        Jangka waktu yang masih singkat, instrumen dan produk yang terbatas, pelayanan ATM, sumber daya manusia yang kurang dan asset yang masih kecil adalah tantangan Bank Syariah yang harus dikuasai dan ditaklukan, selama ada kemauan yang kuat dan usaha yang sungguh-sungguh Bank syariah akan bertahan dan unggul. Tantangan tersebut dapat dijadikan sebagai motivasi, juga kendala dan hambatan yang harus dilewati oleh Bank Syariah.

Langkah-langkah Membangun dan Memajukan Bank Syariah
                        Ada beberapa langkah yang diperlukan dalam rangka membangun Bank Syariah yang berdasarkan ajaran Islam, yaitu:
ü  Meningkatkan sosialisasi mengenai Bank Syariah dan komunikasi antar Bank Syariah dan lembaga-lembaga keuangan Islam. Bahwa ekonomi Islam (Bank Syariah) bukanlah semata-mata menyangkut aspek ibadah ritual saja, tetapi juga menyentuh dimensi-dimensi yang bersifat muamalah (sosial kemasyarakatan).
                        Ekonomi Islam (Bank Syariah)pun bukan semata-mata bersifat eksklusif bagi umat Islam saja, tetapi juga bermanfaat bagi kalangan umat beragama lainnya. Sebagai contoh, 60 % nasabah Bank Islam di Singapura adalah umat non muslim. Kalangan perbankan di Eropa pun sudah melirik potensi perbankan Syariah. BNP Paribas SA, bank terbesar di Perancis telah membuka layanan Syariahnya, yang diikuti oleh UBS group, sebuah kelompok perbankan terbesar di Eropa yang berbasis di Swiss, telah mendirikan anak perusahaan yang diberi nama Noriba Bank yang juga beroperasi penuh dengan sistem Syariah.
                         Demikian halnya dengan HSBC dan Chase Manhattan Bank yang juga membuka window Syariah. Bahkan kini di Inggris, tengah dikembangkan konsep pembiayaan real estate dengan skema Syariah. Ini semua membuktikan bahwa konsep ekonomi Islam berlaku secara universal.
ü  Melakukan kerja sama dengan Bank-Bank Syariah lainnya dan lembaga keuangan Islam, dalam dan luar negeri untuk melakukan koordinasi dalam rangka memperkuat ketahanan ekonomi Syariah.
ü  Meningkatkan kualitas SDM yang memiliki kualifikasi dan wawasan ekonomi Syariah yang memadai.
ü  Meningkatkan pelayanan produk-produk Bank Syariah yang selama ini dianggap lamban dan kaku.
ü  Berusaha memperbaiki dan mengoreksi berbagai regulasi yang ada secara berkesinambungan. Perangkat perundang-undangan dan peraturan lainnya perlu terus diperbaiki dan disempurnakan. Kita bersyukur telah memiliki beberapa perangkat perundang-undangan yang menjadi landasan pengembangan ekonomi Syariah, seperti UU No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan, yang membolehkan shariah windows, maupun UU No. 17 tahun 2000, dimana zakat merupakan pengurang pajak. Namun ini belumlah cukup, apalagi mengingat Peraturan Pemerintah yang menjabarkan undang-undang tersebut belumlah ada, sehingga peraturan seperti zakat adalah sebagai pengurang pajak masih belum terealisasikan pada tataran operasional.
ü  Mengembangkan dan menyempurnakan institusi-institusi Bank syariah yang sudah ada. Jangan sampai transaksi-transaksi yang dilakukan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Karena itu dibutuhkan adanya pengawasan yang ketat terhadap aktivitas Bank syariah yang ada, baik itu perbankan Syariah, asuransi Syariah, lembaga zakat, maupun yang lainnya. Ini merupakan tugas dewan pengawas syariah MUI dan BI.[11]

C.     Unsur-unsur Dasar Laporan Keuangan Bank Konvensional
1.      Pernyataan posisi keuangan
a)      Aset
            Merupakan sesuatu yang mampu menimbulkan aliran kas positif atau manfaat bagi ekonomi lainnya, baik dengan dirinya sendiri ataupun dengan aset lainnya, yang haknyadi dapat oleh bank syari’ah sebagai hasil dari transaksi atau suatu peristiwa di masa lalu.
b)      Liabilitas
            Liabilitas merupakan kewajiban yang berjalan untuk memindahkan suatu aset dan meneruskan penggunaannya atau menyediakan jasa untukpihak lain di masa depan sebagai hasil dar transaksi atau peristiwa dimasa lalu.[12]
c)      Porsi pemegang rekening investasi takterbatas
            Rekening investasi tak terbatas merujuk pada dana-dana yang diterima oleh bank syari’ah dari individu-individu atau kelompok dengan dasar bahwa bank syari’ah akan memiliki hak untuk menggunakan dan menginvestasikan dana-dana tersebut tanpa adanya batasan. Dengan demikian, bank syari’ah berhak mencampurkan dana yang di investasikan itu dengan modalnya sendiri.
d)      Saham Pemilik
            Saham pemilik merujuk pada jumlah yang tersisa pada tanggal pernyataan posisi keuangan dari aset bank syari’ah sesudah dikurangi kewajiban, porsi pemegang rekening investasi tak terbatas dan yang serta dengannya, serta pendapatan yang dilarang jika ada.[13]

2.      Pernyataan Pendapatan
Ø  Pendapatan
                  Pendapatan merupakan kenaikan kotor dalam aspek atau penurunan                                     dalam
liabilitas  atau gabungan dari keduanya selama periode yang dipilih oleh
penyertaan pendapatan yang berakibat dari investasi yang halal, perdagangan,
memberikan jasa, dan lain-lain.
Ø  Biaya
                              Biaya merupakan penurunan kotor dalam suatu aspek atau kenaikan dalam liabilitas atau gabungan dari keduanya selama periode yang dipilih oleh pernyataan pendapatan yang berakibat dari investasi yang halal, perdagangan, atau aktivitas yang termasuk  pemberian jasa.
Ø  Keuntungan
                              Keuntungan merupakan kenaikan bersih dari aset bersih sebagai akibat dari memegang aset yang mengalami peningkatan nilai selama periode yang dipilih oleh  pernyataan pendapatan.
Ø  Kerugian
Kerugian merupakan penurunan bersih dari aset bersih sebagai akibat dari pemegang  aset yang mengalami penurunan nilai selama periode yang dipilih oleh pernyataan  pendapatan.[14]
Ø  Keuntungan pada rekening investasi tak terbatas yang setaranya menunjukkan kondisi atau posisi rekening investasi mudharabah mutlaqoh.
Ø  Keuntungan bersih (kerugian bersih)
                              Gambaran keberadaan keuntungan atau kerugian bersih yang diperoleh bank syariah selama periode akuntansi.

3.      Pernyataan aliran kas
Ø  Kas dan setara kas
Ø  Aliran kas dan transaksi
Ø  Aliran kas dari aktivitas investasi
Ø  Aliran kas dari aktivitas pembiayaan

4.      Pernyataan perubahan dalam investasi
Ø  Investasi terbatas
Ø  Simpanan dan penarikan oleh pemegang rekening investai terbatas dan ekuivalensinya.
Ø  Keuntungan atau kerugian investasi sebelum bagian keuntungan manager investasi sebagai seorang mudharib atau konvensasiseabagi investasi.
Ø  Bagian manager investasi dalam keuntungan investasi terbatas dari seorang mudharib atau kompensasi sebagai manager investasi.

5.      Pernyataan sumber dan pengguanaan dana zakat serta dana social
Ø  Sumber dana zakat dan dana social
Ø  Penggunaan dana zakat dan dana social
Ø  Saldo dana zakat dan dana social



6.      Pernyataan sumber dan penggunaan dana dalam karadh
Ø  Karadh
Ø  Sumber dana dalam karadh
Ø  Penggunaan dana dalam karadh
Ø  Saldo dana dalam karadh

D.     Tujuan laporan keuangan
                                    Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi, menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi, Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan dari suatu entitas syariah.
                                    Tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas entitas syariah yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusankeputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas syariah yang meliputi:[15]
1.      Asset
2.      Kewajiban
3.      dana syirkah temporer
4.      ekuitas
5.      pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian
6.      arus kas
7.      dana zakat
8.      dana kebajikan.




Beberapa tujuan lainnya adalah:
1.      Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan usaha.
2.      Informasi kepatuhan entitas syariah tidak sesuai dengan prinsip syariah, serta informasi aset, kewajiban pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah bila ada dan bagaimana perolehan dan penggunaannya.
3.      Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tangung jawab entitas syariah terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikan pada tingkat keuntungan yang layak.
4.      Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanam modal dan pemilik dana syirkah temporer; dan informasi mengenai pemenuhan kewajiban (obligation) fungsi sosial entitas termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah, dan wakaf.[16]

Laporan keuangan harus menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas syariah dengan menerapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan secara benar disertai pengungkapan yang diharuskan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Informasi lain tetap diungkapkan untuk menghasilkan penyajian yang wajar walaupun pengungkapkan tersebut tidak diharuskan oleh
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Laporan keuangan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bersama sebagai pengguna laporan keuangan, serta dapat digunakan sebagai bentuk laporan dan pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dapat dipercayakan kepadannya

E.      Bentuk Laporan Keuangan
Laporan keuangan Entitas terdiri atas :
Entitas syariah mengungkapkan hal-hal berikut di Neraca atau di Catatan atas Laporan Keuangan :
v  untuk setiap jenis saham
v  jumlah saham modal dasar
v  jumlah saham yang diterbitkan dan disetor penuh
v   nilai nominal saham
v  ikhtisar perubahan jumlah saham beredar
v  hak, keistimewaan dan pembatasan yang melekat pada setiap jenis saham, termasuk pembatasan atas dividen dan pembayaran kembali atas modal;
v  saham entitas syariah yang dikuasai oleh entitas syariah itu sendiri atau oleh anak entitas syariah atau entitas syariah asosiasi; dan
v  saham yang dicadangkan untuk hak opsi dan kontrak penjualan, termasuk nilai dan persyaratannya
v   penjelasan mengenai sifat dan tujuan pos cadangan dalam ekuitas; dan
v  penjelasan apakah dividen yang diusulkan tapi secara resmi belum disetujui untuk dibayarkan telah diakui atau tidak sebagai kewajiban.[17]

ü  Posisi keuangan entitas syariah, disajikan sebagai neraca.
Laporan ini menyajiakn informasi tentang sumber daya yang dikendalikan. Likuiditas dan solvabilitas serta kemampuan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Laporan ini berguna untuk memprediksi kemampuan perusahaan dimasa yang akan dating
ü  Informasi kinerja entitas syariah
Yang dapat disusun berdasarkan definisi dana seperti seluruh sumber daya keuangan, modal kerja aset likuid atau kas. Kerangka ini tidak mendefinisikan dana secara spesifik. Akan tetapi, melaluii laporan ini dapat diketahui aktivitas investasi, pendanaan dan operasi selama periode pelaporan.
ü  Informasi lain
Seperti laporan penjelasa tentang pemenuhan fungsi sosial entitas syariah. Merupakan informasi yang tidak diatur secara khusus tatapi relevan bagi pengambilan keputusan sebagai besar pengguna laporan keuangan.
ü  Catatan dan skedul tambahan
Merupakan penampung dari informasi tambahan yang relevan termasuk pengungkapan tentang resiko dan ketidak pastian yang mempengeruhi entitas, informasi tentang segmen industri dan geografi serta pengaruh perubahan harga terhadap entitas juga dapat disajikan.[18]

F.      Unsur-unsur laporan keuangan Bank Syariah
a.       Laporan posisi keuangan( statement of financial position)
b.      Laporan laba rugi (statement of income)
c.        Laporan arus kas (statement of cashflows)
d.      Laporan laba ditahan atau saldo laba (statement of retained earning)
e.       Laporan perubahan dana investasi terikat (statement of change in restricted investment)
f.       Laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infaq, dan shadaqah (statement of source and use of fund in zakat and charity fund)
g.        Laporan sumber dan penggunaan dana qadhuk hasan (statement of source of fund in qard fund)

Empat laporan pertama adalah unsur laporan keuangan yang sudah dikenal selama ini secara konvensional, sedangkan tiga yang terakhir bersifat khas. Ketiga laporan yang terakhir muncul akibat perbedaan peran dan fungsi bank syariah, dibandingkan bank konvensional.

G.     Penyajian laporan Keuangan Bank Syariah
1.      Laporan posisi keuangan (neraca)
                        Unsur-unsur neraca meliputi aktiva, kewajiban, investasi tidak terikat, dan ekuitas. Penyajian aktiva pada neraca atau pengungkapan pada catatan atas laporan keuangan atas aktiva yang dibiayai oleh bank sendiri dan aktiva yang dibiayai oleh bank bersama pemilik dana investasi tidak terikat, dilakukan secara terpisah.[19]
2.      Laporan laba dan rugi
                  Dengan memperhatikan ketentuan dalam PSAK lainnya,dalam laporan laba        rugi mencakup, tetapi tidak terbatas pada pos-pos pendapatan dan beban.

3.      Laporan arus kas
4.      Laporan perubahan ekuitas
5.      Laporan perubahan investasi terikat
6.      Laporan perubahan dana investasi terikat memisahkan dana investasi terikat berdasarkan sumber dana dan memisahkan investasi berdasarkan jenisnya.
7.      Laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infaq dan shadaqah
Bank syari’ah menyajikan laporan sumber dan penggunaan zakat, infaq, dan shodaqoh sebagai komponen utama laporan keuangan yang menunjukkan:[20]
1.    Sumber dana zakat, infaq dan shadaqah yang berasal dari penerimaan;
·         Zakat dari bank syari’ah
·         Zakat dari pihak luar bank syaria’ah
·         Infaq
·         Shadaqah
2.      Penggunaan dana zakat, infaq dan shadaqah untuk:
·         Fakir
·         Miskin
·         Hamba sahaya
·         Orang yang terlilit hutang
·         Orang yang baru masuk Islam
·         Orang yang berjihad
·         Orang yang dalam perjalanan
·         Amil
3.      Kenaikan atau penurunan sumber dana zakat, infaq dan shadaqah
4.      Saldo awal dana  penggunaan dana zakat, infaq, dan shadaqah
5.      Saldo akhir dana penggunaan dana zakat, infaq, dan shadaqah
H.     Laporan sumber dan pengguna dana qardhul hasan
                              Bank syariah menyajikan laporan sumber dan penggunaan qardhul hasan      sebagai             komponen utama laporan keuangan, yang menunjukkan:[21]
a)      Sumber dana qardhul hasan yang berasal dari penerimaan:
·         Infaq
·         Shadaqah
·         Denda
·         Dan pendapatan non halal
b)      Penggunaan dana qardhul hasan untuk:
·         Pinjaman
·         Sumbangan
c)      Kenaikan atau penurunan sumber dana qardhul hasan
d)      Saldo awal dana penggunaan dana qardhul hasan
e)      Saldo akhir dana penggunaan dana qardhul hasan[22]

I.        Catatan-catatan laporan keuangan
                                               Laporan keuangan harus mengungkapkan semua informasi dan material yang perlu unutuk menjaikan laporan keuangan tersebut memadai, relevan, dan bisa dipercaya (andal) bagi para pemakainya.
                       Pernyataan, laporan dan data lain yang membantu dalam menyediakan informasi yang diperlukan oleh para pemakai laporan keuangan sebagaimana ditentukan didalam statement of obyektif.
            Laporan ini diterbitkan dalam bentuk komparatif. Artinya, laporan    tersebut  menyajikan data periode sekarang dan periode yang lalu. Untuk            memberikan  gambaran keadaan laporan keuangan bank syari’ah.

J.       Asumsi Dasar
1.      Dasar Akrual (accrual basic)
                        Laporan keuangan disajikan atas dasar akrual, maksudnya bahwa pengaruh transaksi dan peistiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode bersangkutan.[23]
                        Laporan keuangan yang disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas tetapi juga kewajiban pembayaran kas dimasa depan serta sumber daya yang merepsesentasikan kas yang akan diterima di masa depan.
                        Namun, dalam penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha menggunakan dasar kas. Hal ini disebabkan bahwa prinsip pembagian hasil usaha berdasarkan bagi hasil, pendapatan atau hasil yang dimaksud adalah keuntungan bruto (gross profit).
2.      Kelangsungan Usaha (going consern)
                        Laporan keuangan biasannya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha entitas syariah yang akan melanjutkan usahannya di masa depan. Oleh karana itu, entitas syariah diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuiditas atau mgngurangi secara meterial skala usahannya. Jika maksud atau keinginan tersebut timbul, laporan keuangan mungkin harus disusun dengan dasar yang berbeda dan dasar yang digunakan harus diungkapkan.

Sedangkan menurut AAOIFI asumsi dasar akuntansi adalah :
1. Pengakuan Penghasilan (revenue)
2. Pengakuan biaya
3. Pengakuan laba dan rugi
4. Pengakuan laba dan rugi dari investasi terikat (bersyarat)
            Sementara itu yang berkaitan dengan konsep pengukuran akuntansi, lembaga ini menjelaskan sikap tantang Konsep Matching dan Atribut Pengukuran.[24]
            Atribut yang diukur seperti:
1. Nilai kas dan setara kas yang akan direalisasi dan dibayar
2. Penilaian kembali aktiva, kewajiban dan investasi terikat
3. Penerapan penilaian kembali aktiva, kewajiban dan investasi terikat
4. Alternatif pengukuran lainnya terhadap kas dan setara kas.

K.     Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan
1.      Dapat dipahami
                                    Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini, pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar. Namun demikian, informasi kompleks yaang seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan tidak dapat dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwai informasi tersebut terlalu sulit untuk dapat dipahami oleh pemakai tertentu.
2.      Relevan
            Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kin atau masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. Relevan berarti juga harus berguna untuk peramalan (predictive) dan penegasan (confirmatory) atas transaksi yang berkaitan satu sama lain.
            Relevan juga dipengaruhi oleh hakikat dan tingkat meterialitasnya. Tingkat meterialitas ditentukan berdasarka pengaruh kelalaian (ambang batas) terhadap keputusan ekonomi pemakai yang diambil atas dasar laporan keuangan. Oleh karena itu, meterialitas dipengaruhi oleh besarnya kesalahan dalam mencantumkan atau pencatatan.
            Sementara itu, dasar penerapan dalaam bagi hasil harus mencerminkan jumlah yang sebenarnya tanpa mempertimbangkan konsep materialitas.
3.      Keandalan
            Andal, diartikan sebagai bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapar diandalkan sebagai penyajian yang jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang diharapkan dapat disajikan.
            Informasi mungkin relevan tetapi jika hakikat atau penyajian tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Misalnya, jika keabsahan dan jumlah tuntunan atas kerugian dalam suatu tindakan hukum masih dipersengketakan, mungkin tidak tepat bagi entitas syariah untuk mengakui jumlah seluruh tuntunan tersebut dalam neraca, meskipun mungkin tepat untuk mengungkapkan jumlah serta keadaan dari tuntunan tersebut. Agar dapat diandalkan maka informasi harus memenuhi hal sebagai berikut :
v  Menggambarkan dengan jujur transaksi (penyajian jujur) serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapaat diharapkan untuk disajikan. Misalnya, neraca harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya dalam bentuk aset, kewajiban, dana syirkah temporer, serta ekuitas entitas syariah pada tanggal pelaporan.Penggambaran tersebut harus memenuhi kriteria pengakuan, walaupun terkadang mengalami kesulitan yang melekat untuk mengidentifikasikan transaksi baik disebabkan oleh kesuitan yang melekat pada transaksi atau oleh penerapan ukuran dan teknik penyajian yang sesuai dengan makna transaksi atau peristiwa tersebut.
v  Dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi yang sesuai dengan prinsip syariah dan bukan hanya bentuk hukumnya (substansi mengungguli bentuk).
v  Harus diarahkan untuk kebutuhan umum pemakai dan bukan pihak tertentu saja (netral).
v  Didasarkan atas pertimbangan yang sehat dalam hal menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu. Pertimbangan ini mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan perkiraan atas kepastian tersebut.
v  Lengkap dalam batasan materialitas dan biaya. Kesengajaan untuk tidak mengungkapkan akan berakibat informasi menjadi tidak benar sehingga menjadi tidak dapat diandalkan dan tidak sempurna.
4.      Dapat dibandingkan
                                    Pamakai harus dapat membandingkan laporan keuangan entitas syariah agar periode untuk mengidentifikasikan kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga harus dapat membandingkan laporan keuangan agar entitas syariah untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif. Oleh karena itu, pembandingan berupa pengukuran dan penyajian dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang serupa harus dilakukan serta konsisten untuk entitas syariah yang bebbeda, maupun entitas lain.                           Agar dapat dibandingkan, informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta pengaruh perubahan tersebut juga harus diungkapkan termasuk ketaatan atas standart akuntansi yang berlaku. Bila pemakai ingin membandingkan posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan antar periode, maka entitas syariah syariah perlu menyajikan informasi periode sebelumnya dalaam laporan keuangan.[25]
















[2] Antonio, M.Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.hal:86
[3] Ibid,hal:87
[4] Ibid,hal:88
[5] Ibid,hal:89-91
[6] Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, (Yogyakarta: (UPP) AMP YKPN, 2002), hlm. 291-292.
[7] Ibid,hal:297
[8] Ibid,hal:298-299
[9] Harahap, Sofyan S.  2005. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: LPFE Usakti Jakarta.hal:78
[10]  Ibid.hal:79
[11] Ibid,hal: 80-84
[12] Muhammad, Op. Cit., hlm. 297-298.
[13] Ibid,hal:299
[14] Ibid.hal:301
[15] http://anakbungsu-kurniadi.blogspot.com/2011/03/makalah-laporan-keuangan-bank.html
[17] http://kreativitas-mepi5.blogspot.com/2012/03/kerangka-dasar-laporan-keuangan-syariah.html
·         www.google.com
[18] Muhamad. 2000. Prinsip-prinsip Akuntansi dalam Al-Quran, UII Press Yogyakarta.hal:199
[19] Ibid,hal: 201
[20] Syafri Sofyan, 2011, Akuntansi Islam, Bumi Aksara, Jakarta.hlm:77
[21] Ibid,hlm:78
[22] Ibid,hlm:79
[23] Harahap.op.cit,hlm:14-15
[24] Syafri,op.cit.hlm:324

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By