A.
Definisi Bank konvensional dan Bank syariah
Konvensional sebenarnya berasal dari bahasa Inggris “convention”, dalam
bahasa Indonesia berarti pertemuan, jadi bank konvensional adalah bank yang
mekanisme operasinya berdasarkan sistem yang disepakati bersama dalam suatu
pertemuan (kesepakatan). Namun secara realita, sistem perbankan yang
menggunakan bunga ini tidak pernah disepakati bersama dalam suatu konvensi apapun.
Hal inilah yang kemudian menyebabkan bunga yang di ambil oleh Bank konvensional
menjadi riba, sedangkan riba dalam sistem ekonomi Islam adalah sesuatu yang
diharamkan, karena mengambil sesuatu yang bukan hak milik demi mendapatkan
keuntungan sama saja dengan mencuri. Pengertian bank menurut Undang-Undang No.
10 tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang
perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.[1]
Di Indonesia, menurut jenisnya bank terdiri dari Bank
Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10
Tahun 1998 menyebutkan bahwa bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional dan dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.
Bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak
mengandalkan pada bunga. Bank syariah juga dapat diartikan sebagai lembaga
keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan
Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Bank syariah adalah salah satu bentuk dari bank
modern yang didasarkan pada hukum Islam yang sah, dikembangkan pada abad pertama
Islam, menggunakan konsep berbagi risiko sebagai metode utama, dan meniadakan
keuangan berdasarkan kepastian serta keuntungan yang ditentukan sebelumnya.
Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan
jasa-jasa lain dalam lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang
beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah (hukum Islam).[2]
B.
Prinsip dasar yang Digunakan Pada Bank konvensional
dan Bank syariah
Pada bank konvensional, prinsip yang digunakan adalah:
a)
Bunga sudah ditentukan besarnya terlebih dahulu oleh
bank tanpa memperhitungkan apakah bank sedang mendapatkan keuntungan atau
tidak.
b)
Besarnya bunga adalah tetap, baik bank sedang rugi
atau laba. Walaupun ekonomi sedang baik dan bank sedang mendapatkan banyak
laba, akan tetapi tetap bunga yang diberikan kepada nasabah tidak bertambah.[3]
Sedangkan, pada Bank
syariah menggunakan prinsip :
a.
Tidak menawarkan bunga tetapi bagi hasil dan yang
ditetapkan terlebih dahulu adalah rasio (nisbah) antara bagian keuntungan yang
didapat nasabah dan bagian keuntungan yang didapat oleh bank, misalnya 60:40
artinya 60 persen keuntungan bagi nasabah dan 40 persen keuntungan bagi bank.
Karena itu bagian keuntungan yang diterima nasabah tergantung dari keuntungan
yang didapat oleh bank.
b.
Besarnya keuntungan yang diterima oleh nasabah akan
meningkat apabila keuntungan bank sedang baik dan begitu juga sebaliknya.[4]
Adapun prinsip-prinsip lain bank syariah
adalah sebagai berikut :
a. Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah)
Al-Wadiah
dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik
individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si
penitip menghendaki (Syafi’I Antonio, 2001).
Secara umum terdapat dua jenis al-wadiah,
yaitu:
a. Wadiah Yad Al-Amanah (Trustee Depository)
b. Wadiah Yad adh-Dhamanah (Guarantee
Depository)
b. Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing)
Sistem
ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara penyedia
dana dengan pengelola dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah:
Ø
Al-Mudharabah
Ø
Al-Musyarakah
c. Prinsip Jual Beli (Al-Tijarah)
Prinsip
ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, imana bank akan
membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai
agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual
barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah
keuntungan (margin).
d. Prinsip Sewa (Al-Ijarah)
Al-ijarah
adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah
sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri.
Al-ijarah terbagi kepada dua jenis:
(1) Ijarah, sewa murni.
(2) ijarah al
muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa
mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa.
e. Prinsip Jasa (Fee-Based Service)
Prinsip
ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank,Asumsi Dasar
Perbankan Syariah sesuai dengan PSAK no.59 tentang akuntansi bank syariah,
asumsi dasar konsep akuntansi bank syariah adalah konsep kelangsungan usaha
(going concern) dan dasar akrual, perhitungan pendapatan untuk tujuan bagi
hasil menggunakan dasar kas.[5]
Dari beberapa prinsip berikut, terdapat beberapa
perbedaan falsafah mengenai kedua bentuk Bank tersebut, yaitu:
Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank
syariah terletak pada landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak
melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan bank kovensional
justru kebalikannya. Hal inilah yang menjadi perbedaan yang sangat mendalam
terhadap produk-produk yang dikembangkan
oleh bank syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka sistem yang dikembangkan adalah jual beli
serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk
bagi hasil. Dengan demikian sebenarnya semua jenis transaksi perniagaan melalu
bank syariah diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga (riba).
Riba secara sederhana berarti sistem bunga berbunga yang
dalam semua prosesnya bisa mengakibatkan membengkaknya kewajiban salah satu
pihak. Riba, sangat berpotensi untuk mengakibatkan keuntungan besar disuatu
pihak namun kerugian besar dipihak lain, atau malah ke dua-duanya.[6]
ü Kewajiban Mengelola
Zakat
Bank syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu
dalam arti wajib membayar zakat, menghimpun, dan mendistribusikannya. Hal ini
merupakan fungsi dan peran yang melekat pada Bank syariah untuk penggunaan
dana-dana sosial (zakat. Infak, sedekah)
ü Produk
Bank syariah tidak memberikan pinjaman dalam bentuk uang tunai, tetapi bekerja sama atas dasar kemitraan, seperti prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli (murabahah), dan prinsip sewa (ijarah). Sedangkan pada Bank konvensional terdapat deposito, pinjaman uang tunai berbunga, dll.
Bank syariah tidak memberikan pinjaman dalam bentuk uang tunai, tetapi bekerja sama atas dasar kemitraan, seperti prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli (murabahah), dan prinsip sewa (ijarah). Sedangkan pada Bank konvensional terdapat deposito, pinjaman uang tunai berbunga, dll.
ü Tujuan
Prinsip laba bagi Bank syariah bukan satu-satunya tujuan karena Bank syariah mengupayakan bagaimana memanfaatkan sumber dana yang ada untuk membangun kesejahteraan masyarakat (lagi pula, Bank syariah bekerja di bawah pengawasan dewan pengawas syariah sesuai dengan Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34 Bab V Pasal 19, dan 20).[7]
Prinsip laba bagi Bank syariah bukan satu-satunya tujuan karena Bank syariah mengupayakan bagaimana memanfaatkan sumber dana yang ada untuk membangun kesejahteraan masyarakat (lagi pula, Bank syariah bekerja di bawah pengawasan dewan pengawas syariah sesuai dengan Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34 Bab V Pasal 19, dan 20).[7]
Demi terciptanya kesejahteraan masyarakat di Indonesia,
maka melalui UU No.7/1992 yang hanya mengatur secara sepintas mengenai jenis
dan usaha Bank, UU No.10/1998 telah memfasilitasi peraturan bank syariah, namun
belum mengatur ketentuan perbankan syariah pada pasal-pasal khusus. Pada UU
tesebut ketentuan bank syariah baru diatur sebatas mendefinisikan pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah dan jenis-jenis prinsip syariah yang digunakan pada
perbankan. UU tersebut juga mengubah masing-masing satu ayat pada pasal 6 dan 7
yang mengatur tentang bagi hasil . Selain itu, sebagai payung hukum berdirinya
Bank syariah adalah UU Perbankan Syariah dalam pasal 55 diatur:[8]
a)
Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh
pengadilan dalam lingkup peradilan agama.
b)
Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian
sengketa selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyelesaian sengketa
dilakukan sesuai dengan akad. Dalam penjelasan pasal 55 tsb dijelaskan bahwa yg
dimaksud dengan 'penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan akad adalah
upaya sbb:
·
Musyawarah
·
Mediasi
·
Melalui basyarnas (badan syariah Nasional)
c)
Melalui pengadilan dalam lingkup peradilan agama
Perbankan Syariah Dan UU Terkait ;
·
UU No. 7/1992 & No. 10/ 1998 Tentang Perbankan
·
UU No. 23/ 1999 Tentang Bank Indonesia
·
UU No. 24/ 2004 Tentang Lembaga Penjamin
·
UU No. 3/ 2006 Tentang Perseorangan Terbatas
·
UU No. 40/ 2007 Tentang Perseroan Terbatas
·
UU No. 38/ 1999 Tentang Pengelolaan Zakat
·
UU No. 19/ 2008 Tentang SBSN
·
UU & PP Perpajakan, Pertanahan, Pembiayaan dll
·
UU Perbankan Syariah
Karakteristik bank Syariah
• Azas utama : kemitraan, keadilan,
transparansi, dan universal
• Pelarangan riba
• Tidak mengenai konsep time-value of money
• Konsep uang sebagai alat tukar bukan
komoditas
• Kegiatan tidak boleh spekulatif
• Tak oleh menggunakan dua harga untuk satu
barang
• Tak boleh dua transaksi dalam satu akad
• Konsep bagi hasil
• Tak membedakan secara tegas antara sector
moneter dan riil [9]
Syarat transaksi sesuai dengan prinsip syariah
:
·
Tak
mengandung unsure kedzoliman
·
Bukan riba
·
Tidak membahayakan pihak sendiri dan pihak
orang lain
·
Tidak ada penipuan
·
Tidak mengandung materi yang diharamkan
·
Tidak
mengandung unsur judi.
Kegiatan bank syariah, antara lain sebagai :
·
Manajer
investasi
·
Investor
·
Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas
pembayaran
·
Pengemban
fungsi social [10]
Tantangan dan Problematika Perbankan Syariah
Jangka waktu yang masih
singkat, instrumen dan produk yang terbatas, pelayanan ATM, sumber daya manusia
yang kurang dan asset yang masih kecil adalah tantangan Bank Syariah yang harus
dikuasai dan ditaklukan, selama ada kemauan yang kuat dan usaha yang
sungguh-sungguh Bank syariah akan bertahan dan unggul. Tantangan tersebut dapat
dijadikan sebagai motivasi, juga kendala dan hambatan yang harus dilewati oleh
Bank Syariah.
Langkah-langkah Membangun dan Memajukan Bank Syariah
Ada beberapa langkah yang diperlukan dalam
rangka membangun Bank Syariah yang berdasarkan ajaran Islam, yaitu:
ü Meningkatkan
sosialisasi mengenai Bank Syariah dan komunikasi antar Bank Syariah dan
lembaga-lembaga keuangan Islam. Bahwa ekonomi Islam (Bank Syariah) bukanlah
semata-mata menyangkut aspek ibadah ritual saja, tetapi juga menyentuh
dimensi-dimensi yang bersifat muamalah (sosial kemasyarakatan).
Ekonomi Islam (Bank Syariah)pun bukan
semata-mata bersifat eksklusif bagi umat Islam saja, tetapi juga bermanfaat
bagi kalangan umat beragama lainnya. Sebagai contoh, 60 % nasabah Bank Islam di
Singapura adalah umat non muslim. Kalangan perbankan di Eropa pun sudah melirik
potensi perbankan Syariah. BNP Paribas SA, bank terbesar di Perancis telah
membuka layanan Syariahnya, yang diikuti oleh UBS group, sebuah kelompok
perbankan terbesar di Eropa yang berbasis di Swiss, telah mendirikan anak
perusahaan yang diberi nama Noriba Bank yang juga beroperasi penuh dengan
sistem Syariah.
Demikian
halnya dengan HSBC dan Chase Manhattan Bank yang juga membuka window Syariah.
Bahkan kini di Inggris, tengah dikembangkan konsep pembiayaan real estate
dengan skema Syariah. Ini semua membuktikan bahwa konsep ekonomi Islam berlaku
secara universal.
ü
Melakukan kerja sama dengan Bank-Bank Syariah lainnya
dan lembaga keuangan Islam, dalam dan luar negeri untuk melakukan koordinasi
dalam rangka memperkuat ketahanan ekonomi Syariah.
ü Meningkatkan kualitas
SDM yang memiliki kualifikasi dan wawasan ekonomi Syariah yang memadai.
ü Meningkatkan pelayanan
produk-produk Bank Syariah yang selama ini dianggap lamban dan kaku.
ü Berusaha memperbaiki
dan mengoreksi berbagai regulasi yang ada secara berkesinambungan. Perangkat
perundang-undangan dan peraturan lainnya perlu terus diperbaiki dan
disempurnakan. Kita bersyukur telah memiliki beberapa perangkat
perundang-undangan yang menjadi landasan pengembangan ekonomi Syariah, seperti
UU No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, UU No. 10 tahun 1998 tentang
Perbankan, yang membolehkan shariah windows, maupun UU No. 17 tahun 2000,
dimana zakat merupakan pengurang pajak. Namun ini belumlah cukup, apalagi
mengingat Peraturan Pemerintah yang menjabarkan undang-undang tersebut belumlah
ada, sehingga peraturan seperti zakat adalah sebagai pengurang pajak masih
belum terealisasikan pada tataran operasional.
ü Mengembangkan dan
menyempurnakan institusi-institusi Bank syariah yang sudah ada. Jangan sampai
transaksi-transaksi yang dilakukan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.
Karena itu dibutuhkan adanya pengawasan yang ketat terhadap aktivitas Bank
syariah yang ada, baik itu perbankan Syariah, asuransi Syariah, lembaga zakat,
maupun yang lainnya. Ini merupakan tugas dewan pengawas syariah MUI dan BI.[11]
C. Unsur-unsur Dasar Laporan Keuangan Bank Konvensional
1.
Pernyataan posisi keuangan
a)
Aset
Merupakan sesuatu yang mampu menimbulkan aliran kas
positif atau manfaat bagi ekonomi lainnya, baik dengan dirinya sendiri ataupun
dengan aset lainnya, yang haknyadi dapat oleh bank syari’ah sebagai hasil dari
transaksi atau suatu peristiwa di masa lalu.
b)
Liabilitas
Liabilitas merupakan kewajiban yang berjalan untuk
memindahkan suatu aset dan meneruskan penggunaannya atau menyediakan jasa
untukpihak lain di masa depan sebagai hasil dar transaksi atau peristiwa dimasa
lalu.[12]
c)
Porsi pemegang rekening investasi takterbatas
Rekening investasi tak terbatas merujuk pada dana-dana
yang diterima oleh bank syari’ah dari individu-individu atau kelompok dengan
dasar bahwa bank syari’ah akan memiliki hak untuk menggunakan dan
menginvestasikan dana-dana tersebut tanpa adanya batasan. Dengan demikian, bank
syari’ah berhak mencampurkan dana yang di investasikan itu dengan modalnya
sendiri.
d)
Saham Pemilik
Saham pemilik merujuk pada jumlah yang tersisa pada tanggal
pernyataan posisi keuangan dari aset bank syari’ah sesudah dikurangi kewajiban,
porsi pemegang rekening investasi tak terbatas dan yang serta dengannya, serta
pendapatan yang dilarang jika ada.[13]
2.
Pernyataan Pendapatan
Ø Pendapatan
Pendapatan merupakan kenaikan kotor dalam aspek
atau penurunan dalam
liabilitas atau gabungan dari
keduanya selama periode yang dipilih oleh
penyertaan pendapatan yang berakibat dari investasi yang halal,
perdagangan,
memberikan jasa, dan lain-lain.
Ø Biaya
Biaya merupakan
penurunan kotor dalam suatu aspek atau kenaikan dalam liabilitas atau gabungan
dari keduanya selama periode yang dipilih oleh pernyataan pendapatan yang
berakibat dari investasi yang halal, perdagangan, atau aktivitas yang termasuk pemberian jasa.
Ø Keuntungan
Keuntungan
merupakan kenaikan bersih dari aset bersih sebagai akibat dari memegang aset
yang mengalami peningkatan nilai selama periode yang dipilih oleh pernyataan pendapatan.
Ø Kerugian
Kerugian merupakan penurunan bersih dari aset bersih sebagai akibat dari
pemegang aset yang mengalami penurunan
nilai selama periode yang dipilih oleh pernyataan pendapatan.[14]
Ø Keuntungan pada
rekening investasi tak terbatas yang setaranya menunjukkan kondisi atau posisi
rekening investasi mudharabah mutlaqoh.
Ø Keuntungan bersih
(kerugian bersih)
Gambaran
keberadaan keuntungan atau kerugian bersih yang diperoleh bank syariah selama
periode akuntansi.
3. Pernyataan aliran kas
Ø Kas dan setara kas
Ø Aliran kas dan
transaksi
Ø Aliran kas dari
aktivitas investasi
Ø Aliran kas dari
aktivitas pembiayaan
4. Pernyataan perubahan
dalam investasi
Ø Investasi terbatas
Ø Simpanan dan penarikan
oleh pemegang rekening investai terbatas dan ekuivalensinya.
Ø Keuntungan atau
kerugian investasi sebelum bagian keuntungan manager investasi sebagai seorang
mudharib atau konvensasiseabagi investasi.
Ø Bagian manager
investasi dalam keuntungan investasi terbatas dari seorang mudharib atau
kompensasi sebagai manager investasi.
5. Pernyataan sumber dan
pengguanaan dana zakat serta dana social
Ø Sumber dana zakat dan
dana social
Ø Penggunaan dana zakat
dan dana social
Ø Saldo dana zakat dan
dana social
6. Pernyataan sumber dan
penggunaan dana dalam karadh
Ø Karadh
Ø Sumber dana dalam
karadh
Ø Penggunaan dana dalam
karadh
Ø Saldo dana dalam karadh
D. Tujuan laporan keuangan
Tujuan
laporan keuangan adalah menyediakan informasi, menyangkut posisi keuangan,
kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat
bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi, Laporan
keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja
keuangan dari suatu entitas syariah.
Tujuan
laporan keuangan untuk tujuan umum adalah memberikan informasi tentang posisi
keuangan, kinerja dan arus kas entitas syariah yang bermanfaat bagi sebagian
besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusankeputusan ekonomi
serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan
sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai
tujuan tersebut, suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas
syariah yang meliputi:[15]
1. Asset
2.
Kewajiban
3.
dana syirkah temporer
4.
ekuitas
5.
pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian
6.
arus kas
7.
dana zakat
8. dana kebajikan.
Beberapa tujuan lainnya
adalah:
1.
Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam
semua transaksi dan kegiatan usaha.
2.
Informasi kepatuhan entitas syariah tidak sesuai
dengan prinsip syariah, serta informasi aset, kewajiban pendapatan dan beban
yang tidak sesuai dengan prinsip syariah bila ada dan bagaimana perolehan dan
penggunaannya.
3.
Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan
tangung jawab entitas syariah terhadap amanah dalam mengamankan dana,
menginvestasikan pada tingkat keuntungan yang layak.
4.
Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang
diperoleh penanam modal dan pemilik dana syirkah temporer; dan informasi
mengenai pemenuhan kewajiban (obligation) fungsi sosial entitas termasuk
pengelolaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah, dan wakaf.[16]
Laporan keuangan harus
menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas
syariah dengan menerapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan secara benar
disertai pengungkapan yang diharuskan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan dalam
Catatan atas Laporan Keuangan. Informasi lain tetap diungkapkan untuk
menghasilkan penyajian yang wajar walaupun pengungkapkan tersebut tidak
diharuskan oleh
Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan Laporan keuangan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bersama
sebagai pengguna laporan keuangan, serta dapat digunakan sebagai bentuk laporan
dan pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dapat dipercayakan
kepadannya
E.
Bentuk Laporan Keuangan
Laporan keuangan Entitas terdiri atas :
Entitas syariah mengungkapkan hal-hal berikut di Neraca atau di Catatan
atas Laporan Keuangan :
v untuk setiap jenis
saham
v jumlah saham modal
dasar
v jumlah saham yang
diterbitkan dan disetor penuh
v nilai nominal saham
v ikhtisar perubahan
jumlah saham beredar
v hak, keistimewaan dan
pembatasan yang melekat pada setiap jenis saham, termasuk pembatasan atas
dividen dan pembayaran kembali atas modal;
v saham entitas syariah
yang dikuasai oleh entitas syariah itu sendiri atau oleh anak entitas syariah
atau entitas syariah asosiasi; dan
v saham yang dicadangkan
untuk hak opsi dan kontrak penjualan, termasuk nilai dan persyaratannya
v penjelasan mengenai sifat dan tujuan pos cadangan dalam ekuitas; dan
v penjelasan apakah
dividen yang diusulkan tapi secara resmi belum disetujui untuk dibayarkan telah
diakui atau tidak sebagai kewajiban.[17]
ü Posisi keuangan entitas
syariah, disajikan sebagai neraca.
Laporan ini menyajiakn
informasi tentang sumber daya yang dikendalikan. Likuiditas dan solvabilitas
serta kemampuan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Laporan ini berguna
untuk memprediksi kemampuan perusahaan dimasa yang akan dating
ü Informasi kinerja
entitas syariah
Yang dapat disusun berdasarkan definisi dana seperti seluruh sumber daya
keuangan, modal kerja aset likuid atau kas. Kerangka ini tidak mendefinisikan
dana secara spesifik. Akan tetapi, melaluii laporan ini dapat diketahui
aktivitas investasi, pendanaan dan operasi selama periode pelaporan.
ü Informasi lain
Seperti laporan penjelasa tentang pemenuhan fungsi sosial entitas syariah.
Merupakan informasi yang tidak diatur secara khusus tatapi relevan bagi
pengambilan keputusan sebagai besar pengguna laporan keuangan.
ü Catatan dan skedul
tambahan
Merupakan penampung dari informasi tambahan yang relevan termasuk
pengungkapan tentang resiko dan ketidak pastian yang mempengeruhi entitas,
informasi tentang segmen industri dan geografi serta pengaruh perubahan harga
terhadap entitas juga dapat disajikan.[18]
F.
Unsur-unsur laporan
keuangan Bank Syariah
a. Laporan posisi
keuangan( statement of financial position)
b. Laporan laba rugi
(statement of income)
c. Laporan arus kas (statement of cashflows)
d. Laporan laba ditahan
atau saldo laba (statement of retained earning)
e. Laporan perubahan dana
investasi terikat (statement of change in restricted investment)
f. Laporan sumber dan
penggunaan dana zakat, infaq, dan shadaqah (statement of source and use of fund
in zakat and charity fund)
g. Laporan sumber dan penggunaan dana qadhuk
hasan (statement of source of fund in qard fund)
Empat laporan pertama adalah unsur laporan keuangan
yang sudah dikenal selama ini secara konvensional, sedangkan tiga yang terakhir
bersifat khas. Ketiga laporan yang terakhir muncul akibat perbedaan peran dan
fungsi bank syariah, dibandingkan bank konvensional.
G.
Penyajian laporan Keuangan Bank Syariah
1. Laporan posisi keuangan
(neraca)
Unsur-unsur neraca meliputi aktiva,
kewajiban, investasi tidak terikat, dan ekuitas. Penyajian aktiva pada neraca
atau pengungkapan pada catatan atas laporan keuangan atas aktiva yang dibiayai
oleh bank sendiri dan aktiva yang dibiayai oleh bank bersama pemilik dana
investasi tidak terikat, dilakukan secara terpisah.[19]
2. Laporan laba dan rugi
Dengan memperhatikan ketentuan dalam PSAK
lainnya,dalam laporan laba rugi
mencakup, tetapi tidak terbatas pada pos-pos pendapatan dan beban.
3. Laporan arus kas
4. Laporan perubahan
ekuitas
5. Laporan perubahan
investasi terikat
6.
Laporan perubahan dana investasi terikat memisahkan
dana investasi terikat berdasarkan sumber dana dan memisahkan investasi
berdasarkan jenisnya.
7.
Laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infaq dan
shadaqah
Bank syari’ah menyajikan laporan sumber dan penggunaan
zakat, infaq, dan shodaqoh sebagai komponen utama laporan keuangan yang
menunjukkan:[20]
1. Sumber dana zakat,
infaq dan shadaqah yang berasal dari penerimaan;
·
Zakat dari bank syari’ah
·
Zakat dari pihak luar bank syaria’ah
·
Infaq
·
Shadaqah
2. Penggunaan dana zakat,
infaq dan shadaqah untuk:
·
Fakir
·
Miskin
·
Hamba sahaya
·
Orang yang terlilit hutang
·
Orang yang baru masuk Islam
·
Orang yang berjihad
·
Orang yang dalam perjalanan
·
Amil
3. Kenaikan atau penurunan
sumber dana zakat, infaq dan shadaqah
4. Saldo awal dana penggunaan dana zakat, infaq, dan shadaqah
5. Saldo akhir dana
penggunaan dana zakat, infaq, dan shadaqah
H.
Laporan sumber dan
pengguna dana qardhul hasan
Bank
syariah menyajikan laporan sumber dan penggunaan qardhul hasan sebagai komponen
utama laporan keuangan, yang menunjukkan:[21]
a)
Sumber dana qardhul hasan yang berasal dari penerimaan:
·
Infaq
·
Shadaqah
·
Denda
·
Dan pendapatan non halal
b)
Penggunaan dana qardhul hasan untuk:
·
Pinjaman
·
Sumbangan
c)
Kenaikan atau penurunan sumber dana qardhul hasan
d)
Saldo awal dana penggunaan dana qardhul hasan
e)
Saldo akhir dana penggunaan dana qardhul hasan[22]
I.
Catatan-catatan laporan
keuangan
Laporan
keuangan harus mengungkapkan semua informasi dan material yang perlu unutuk
menjaikan laporan keuangan tersebut memadai, relevan, dan bisa dipercaya
(andal) bagi para pemakainya.
Pernyataan,
laporan dan data lain yang membantu dalam menyediakan informasi yang diperlukan
oleh para pemakai laporan keuangan sebagaimana ditentukan didalam statement
of obyektif.
Laporan ini diterbitkan dalam bentuk komparatif. Artinya,
laporan tersebut menyajikan data periode sekarang dan periode
yang lalu. Untuk memberikan gambaran keadaan laporan keuangan bank
syari’ah.
J. Asumsi Dasar
1. Dasar Akrual (accrual
basic)
Laporan
keuangan disajikan atas dasar akrual, maksudnya bahwa pengaruh transaksi dan
peistiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara
kas diterima atau dibayar) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta
dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode bersangkutan.[23]
Laporan
keuangan yang disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai
tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas
tetapi juga kewajiban pembayaran kas dimasa depan serta sumber daya yang
merepsesentasikan kas yang akan diterima di masa depan.
Namun, dalam
penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha menggunakan dasar
kas. Hal ini disebabkan bahwa prinsip pembagian hasil usaha berdasarkan bagi
hasil, pendapatan atau hasil yang dimaksud adalah keuntungan bruto (gross
profit).
2. Kelangsungan Usaha
(going consern)
Laporan
keuangan biasannya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha entitas syariah
yang akan melanjutkan usahannya di masa depan. Oleh karana itu, entitas syariah
diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuiditas atau mgngurangi
secara meterial skala usahannya. Jika maksud atau keinginan tersebut timbul,
laporan keuangan mungkin harus disusun dengan dasar yang berbeda dan dasar yang
digunakan harus diungkapkan.
Sedangkan menurut
AAOIFI asumsi dasar akuntansi adalah :
1. Pengakuan
Penghasilan (revenue)
2. Pengakuan biaya
3. Pengakuan laba dan
rugi
4. Pengakuan laba dan
rugi dari investasi terikat (bersyarat)
Sementara itu yang berkaitan dengan konsep pengukuran
akuntansi, lembaga ini menjelaskan sikap
tantang Konsep Matching dan Atribut Pengukuran.[24]
Atribut
yang diukur seperti:
1. Nilai kas dan setara kas yang akan direalisasi dan dibayar
2. Penilaian kembali aktiva, kewajiban dan investasi terikat
3. Penerapan penilaian kembali aktiva, kewajiban dan investasi terikat
4. Alternatif pengukuran lainnya terhadap kas dan setara kas.
K. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan
1.
Dapat dipahami
Kualitas penting informasi yang
ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat
dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini, pemakai diasumsikan memiliki
pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta
kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar. Namun
demikian, informasi kompleks yaang seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan
tidak dapat dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwai informasi tersebut
terlalu sulit untuk dapat dipahami oleh pemakai tertentu.
2.
Relevan
Agar bermanfaat, informasi
harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan
keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat mempengaruhi
keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa
lalu, masa kin atau masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi
mereka di masa lalu. Relevan berarti juga harus berguna untuk peramalan
(predictive) dan penegasan (confirmatory) atas transaksi yang berkaitan satu
sama lain.
Relevan juga dipengaruhi
oleh hakikat dan tingkat meterialitasnya. Tingkat meterialitas ditentukan
berdasarka pengaruh kelalaian (ambang batas) terhadap keputusan ekonomi pemakai
yang diambil atas dasar laporan keuangan. Oleh karena itu, meterialitas
dipengaruhi oleh besarnya kesalahan dalam mencantumkan atau pencatatan.
Sementara itu, dasar
penerapan dalaam bagi hasil harus mencerminkan jumlah yang sebenarnya tanpa
mempertimbangkan konsep materialitas.
3.
Keandalan
Andal, diartikan sebagai
bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapar
diandalkan sebagai penyajian yang jujur (faithful representation) dari yang
seharusnya disajikan atau yang diharapkan dapat disajikan.
Informasi mungkin relevan
tetapi jika hakikat atau penyajian tidak dapat diandalkan maka penggunaan
informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Misalnya, jika keabsahan
dan jumlah tuntunan atas kerugian dalam suatu tindakan hukum masih
dipersengketakan, mungkin tidak tepat bagi entitas syariah untuk mengakui
jumlah seluruh tuntunan tersebut dalam neraca, meskipun mungkin tepat untuk
mengungkapkan jumlah serta keadaan dari tuntunan tersebut. Agar dapat
diandalkan maka informasi harus memenuhi hal sebagai berikut :
v Menggambarkan dengan
jujur transaksi (penyajian jujur) serta peristiwa lainnya yang seharusnya
disajikan atau yang secara wajar dapaat diharapkan untuk disajikan. Misalnya,
neraca harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya dalam
bentuk aset, kewajiban, dana syirkah temporer, serta ekuitas entitas syariah
pada tanggal pelaporan.Penggambaran tersebut harus memenuhi kriteria pengakuan,
walaupun terkadang mengalami kesulitan yang melekat untuk mengidentifikasikan
transaksi baik disebabkan oleh kesuitan yang melekat pada transaksi atau oleh
penerapan ukuran dan teknik penyajian yang sesuai dengan makna transaksi atau
peristiwa tersebut.
v Dicatat dan disajikan
sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi yang sesuai dengan prinsip syariah
dan bukan hanya bentuk hukumnya (substansi mengungguli bentuk).
v Harus diarahkan untuk
kebutuhan umum pemakai dan bukan pihak tertentu saja (netral).
v Didasarkan atas
pertimbangan yang sehat dalam hal menghadapi ketidakpastian peristiwa dan
keadaan tertentu. Pertimbangan ini mengandung unsur kehati-hatian pada saat
melakukan perkiraan atas kepastian tersebut.
v Lengkap dalam batasan
materialitas dan biaya. Kesengajaan untuk tidak mengungkapkan akan berakibat
informasi menjadi tidak benar sehingga menjadi tidak dapat diandalkan dan tidak
sempurna.
4.
Dapat dibandingkan
Pamakai
harus dapat membandingkan laporan keuangan entitas syariah agar periode untuk
mengidentifikasikan kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Pemakai
juga harus dapat membandingkan laporan keuangan agar entitas syariah untuk
mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara
relatif. Oleh karena itu, pembandingan berupa pengukuran dan penyajian dampak
keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang serupa harus dilakukan serta
konsisten untuk entitas syariah yang bebbeda, maupun entitas lain. Agar
dapat dibandingkan, informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan dalam
penyusunan laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta pengaruh perubahan
tersebut juga harus diungkapkan termasuk ketaatan atas standart akuntansi yang
berlaku. Bila pemakai ingin membandingkan posisi keuangan, kinerja serta
perubahan posisi keuangan antar periode, maka entitas syariah syariah perlu
menyajikan informasi periode sebelumnya dalaam laporan keuangan.[25]
[3]
Ibid,hal:87
[4]
Ibid,hal:88
[5]
Ibid,hal:89-91
[6]
Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, (Yogyakarta: (UPP) AMP YKPN, 2002),
hlm. 291-292.
[7]
Ibid,hal:297
[8]
Ibid,hal:298-299
[9] Harahap, Sofyan S. 2005.
Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: LPFE Usakti Jakarta.hal:78
[10] Ibid.hal:79
[11]
Ibid,hal: 80-84
[12]
Muhammad, Op. Cit., hlm. 297-298.
[13]
Ibid,hal:299
[14]
Ibid.hal:301
[17] http://kreativitas-mepi5.blogspot.com/2012/03/kerangka-dasar-laporan-keuangan-syariah.html
[19]
Ibid,hal: 201
[21] Ibid,hlm:78
[22]
Ibid,hlm:79
[23]
Harahap.op.cit,hlm:14-15
[24]
Syafri,op.cit.hlm:324
Tidak ada komentar:
Posting Komentar